Gaza,sorotkabar.com - Penderitaan warga Palestina di Jalur Gaza tidak menghentikan Israel melanjutkan kampanye perangnya. Pada Sabtu (17/5/2025), Angkatan Bersenjata Israel (IDF) justru meluncurkan operasi baru yang menyasar Gaza.
Negeri Yahudi itu mengumumkan keputusannya menggelar Operasi Kereta Tempur Gideon setelah melancarkan serangan udara sehari sebelumnya. Walakin, Israel menyebut serangan besar-besaran itu baru tahap awal.
“Operasi tersebut merupakan bagian dari perluasan pertempuran di Jalur Gaza demi mencapai semua tujuan perang, termasuk pembebasan mereka yang diculik dan kekalahan Hamas,” ujar IDF melalui kanalnya di Telegram.
Sebelumnya Israel melancarkan serangan udara ke Gaza pada Jumat (16/5/2025). Badan Pertahanan Sipil Gaza menyebut serangan itu menyebabkan setidaknya 100 orang meninggal dunia.
Israel menyatakan serangannya menyasar lebih dari 150 target di seluruh Jalur Gaza. Serangan udara itu berlangsung selama 24 jam.
Pada 18 Maret 2025, Israel melancarkan serangan besar-besaran ke Gaza. Serangan itu hanya berselang dua bulan setelah Israel meneken kesepakan gencatan senjata dengan Hamas pada pertengahan Januari 2025.
Dalam pernyataan terpisah, Israel menyatakan telah memobilisasi pasukannya untuk mencapai kendali operasional di wilayah-wilayah Jalur Gaza.
Langkah itu sebagai aksi lanjutan atas serangan militernya di Gaza pada 18 Maret setelah gencatan senjata selama dua bulan dalam perangnya melawan Hamas.
Pemerintahan Israel di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tak menggubris pihak-pihak yang mendesak Negeri Zionis itu mencabut blokade atas Gaza.
Berbagai lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemanusiaan menyatakan warga Gaza saat ini menghadapi kekurangan pangan, air bersih, bahan bakar, dan obat-obatan.
Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Voler Turk pun menuduh Israel melakukan genosida terhadap warga Gaza.
“Serangan bom terbaru ini dan penolakan bantuan kemanusiaan menggarisbawahi bahwa tampaknya ada dorongan untuk pergeseran demografis permanen di Gaza yang bertentangan dengan hukum internasional dan sama saja dengan pembersihan etnis,” kata Volker.(*)