Antisipasi Perang Nuklir, Ini Langkah Strategis yang Harus Dilakukan Presiden Prabowo

Rabu, 27 November 2024 | 16:36:01 WIB
Ilustrasi (net)

Jakarta, sorotkabar.com – Presiden Prabowo Subianto diminta segera mengambil langkah antisipasi terkait dampak potensial penggunaan senjata nuklir dalam konflik global, seperti perang Rusia-Ukraina dan ketegangan di kawasan Timur Tengah.

Indonesia dinilai perlu memiliki sistem kedaruratan nuklir nasional yang melibatkan seluruh lembaga ketenaganukliran untuk melindungi kepentingan nasional.

Anggota Dewan Pengarah Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI), Rohadi Awaludin, menekankan pentingnya langkah strategis untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan dampak buruk perang nuklir di beberapa kawasan dunia.

“Presiden Rusia, Vladimir Putin, baru-baru ini menandatangani doktrin nuklir baru, yang disebut ''The Basic Principles of State Policy of the Russian Federation on Nuclear Deterrence''. Doktrin ini menguraikan ancaman-ancaman yang dapat dibalas dengan penggunaan senjata nuklir, termasuk ancaman konvensional yang berpotensi membahayakan kedaulatan atau integritas teritorial,” ujar Rohadi, Selasa (26/11/2024).

Doktrin baru Rusia tersebut, menurut Rohadi, memicu kekhawatiran dunia internasional terkait kemungkinan pecahnya perang nuklir, terutama di tengah konflik yang masih berlangsung di Ukraina. Indonesia harus mengambil langkah mitigasi dini, termasuk memastikan sistem kedaruratan nuklir nasional siap menghadapi skenario terburuk.

“Indonesia pernah menunjukkan keseriusan dalam menghadapi ancaman nuklir pada era 1950-an, ketika Presiden Soekarno membentuk Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet dan kemudian mendirikan Lembaga Tenaga Atom—cikal bakal Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN)—pada tahun 1958,” jelasnya.

Lembaga ini dipimpin oleh Prof. GA Siwabessy dan berperan penting dalam upaya mitigasi bahaya nuklir internasional pada masa itu.

Rohadi menjelaskan, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, sistem kedaruratan nuklir nasional diatur dalam dua lembaga, yaitu Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) sebagai pengawas dan BATAN sebagai badan pelaksana.

“BAPETEN berada di garis depan dengan dukungan teknis dari BATAN. Organisasi BATAN dirancang untuk respons cepat dalam mengidentifikasi dan menyusun langkah mitigasi jika terjadi bahaya nuklir,” kata Rohadi.

Namun, Rohadi menyoroti perlunya revitalisasi BATAN sebagai badan pelaksana yang mandiri dan lebih lincah untuk memperkuat sistem kedaruratan nuklir nasional.

“Kecepatan adalah kunci dalam merespons kondisi darurat nuklir. BATAN yang lincah dan fokus perlu segera dibentuk kembali untuk memastikan kesiapan Indonesia menghadapi ancaman nuklir internasional,” tegasnya.

Rohadi mengingatkan bahwa keberadaan sistem kedaruratan nuklir yang kuat bukan hanya menjadi kebutuhan mendesak tetapi juga bagian dari tanggung jawab pemerintah untuk melindungi rakyat dan tumpah darah Indonesia dari dampak buruk potensi bahaya nuklir internasional.

“Langkah ini harus menjadi prioritas, terutama dengan meningkatnya ketegangan geopolitik global. Penguatan lembaga nuklir nasional akan memberikan perlindungan strategis bagi Indonesia,” tutup Rohadi.(*) 
 

Terkini