21 Orang Jadi Tersangka Bentrok Berdarah di Flores Timur, Tombak-Parang Disita

Senin, 28 Oktober 2024 | 12:26:03 WIB
Konferensi pers terkait pengungkapan tersangka kasus bentrok berdarah antara dua desa Kecamatan Adonara Barat, Flores Timur, NTT, Senin (28/10/2024). (Foto: Yurgo Purab/dtc )

Flores Timur, sorotkabar.com - Kepolisian Resor (Polres) Flores Timur menetapkan 21 tersangka dalam kasus bentrok berdarah dua desa di Kecamatan Adonara Barat, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Jumlah tersebut bertambah satu orang dari pengumuman tersangka sebelumnya. Polisi juga menyita puluhan senjata seperti tombak hingga parang dari bentrokan tersebut.

"Sebanyak 21 orang jadi tersangka terkait dengan penyerangan. Kami sita senjata api rakitan tiga buah, tombak 41 buah, parang 51 buah, busur panah, dan senapan angin yang digunakan ketika melakukan penyerangan," kata Kapolres Flores Timur, AKBP I Nyoman Putra Sandita saat konferensi pers di kantornya, Senin (28/10/2024).

Putra Sandita mengungkapkan puluhan tersangka itu dijerat dengan pasal yang berbeda-beda. Adapun, dua tersangka dikenakan Pasal 351 KUHP dan 19 orang lainnya dikenakan Pasal 160 dan 187 KUHP.

"Masing-masing dengan ancaman hukumannya lima tahun penjara sampai 15 tahun penjara," imbuhnya.

Putra Sandita menegaskan polisi terus mendalami bentrok berdarah antara warga Desa Ile Pati dan Desa Bugalima yang mengakibatkan dua nyawa melayang. Ia tak menutup kemungkinan jumlah tersangka kasus bentrokan dua desa itu bertambah.

"Jika ada bukti-bukti tambahan maka jumlah tersangka bisa bertambah," bebernya.

Bentrokan antara warga Desa Ile Pati dengan Desa Bugalima di Kecamatan Adonara Barat, Flores Timur, terjadi pada Senin (21/10/2024) dini hari. Puluhan rumah dibakar, dua orang tewas, dan belasan lainnya terluka akibat tragedi itu.

Bentrokan terjadi karena sengketa tanah adat yang sudah berlangsung hampir lima dekade antara dua suku di dua desa tersebut. Putra Sandita berharap sengketa lahan yang melibatkan dua desa itu segera tuntas saat Badan Pertanahan memasang batas lahan dan menerbitkan sertifikat tanah yang disengketakan.

"Kami sama-sama (Badan Pertanahan) dan kami proses hingga terbit sertifikat. Sehingga ke depan tidak ada lagi permasalahan seperti ini," pungkas Putra Sandita.(*) 

Terkini