Kesaksian Korban Scam Kamboja: Disiksa dan Dipaksa Langgar Akidah

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12:24 WIB
KBRI Phnom Penh memberikan pendampingan kepada 107 WNI yang ditangkap oleh Kepolisian Kamboja terkait kasus penipuan daring (online scam) di Phnom Penh, Kamboja.

Kuala Lumpur,sorotkabar.com –  Kisah memilukan kembali terdengar dari korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja. Muhammad Syafiq Pubalan Abdullah (40), seorang pengusaha asal Malaysia, menceritakan pengalaman traumatisnya setelah ditipu oleh kenalan dekatnya sendiri.

Dalam konferensi pers yang digelar oleh Persatuan Pengguna Islam Malaysia (PPIM) di Kuala Lumpur, Rabu (4/12/2025), Muhammad mengungkapkan betapa ia disiksa secara fisik dan dipaksa melanggar keyakinannya dengan memakan daging babi.

Petaka bermula ketika seorang teman yang telah dikenalnya selama 12 tahun membujuk Muhammad untuk membuka restoran Malaysia di Kamboja. Tergiur dengan alasan minimnya pesaing kuliner di sana, Muhammad berangkat dari Alor Setar menuju Bangkok. Di sana, seorang sopir telah menunggunya untuk perjalanan darat menuju Kamboja.

"Mereka menghindari jalan utama agar saya tidak tahu jalan pulang. Di Phnom Penh, saya melihat sebuah kota kecil dan sebuah kasino. Ada penjaga di tempat kerja saya. Mereka menyuruh kami menipu orang lewat telepon," ungkap Muhammad.

Pelanggaran Akidah
Muhammad mengungkapkan bahwa pusat penipuan tersebut menampung sekitar 700 warga, mayoritas adalah pemuda berusia 17-35 tahun. Kekerasan fisik menjadi makanan sehari-hari. Muhammad sendiri mengaku dipukuli setiap hari selama minggu pertamanya di sana.

Lebih mengerikan lagi, para sindikat memaksa korban untuk melanggar hukum Islam.

"Saya juga dipaksa makan babi beberapa kali. Kalau kami tidak memakannya, mereka akan memukuli kami," ujarnya dengan nada getir.

Ia juga menjadi saksi kekejaman terhadap korban wanita. "Mereka memukuli perempuan dengan ikat pinggang. Saya dengar seorang perempuan korban diperkosa oleh 11 orang setelah ibunya melaporkannya ke polisi," tambahnya.

Selama penyekapan, para korban dipaksa menyamar sebagai petugas badan keamanan siber Singapura. Modusnya adalah menanyai target mengenai iklan lowongan kerja palsu di Malaysia untuk mencuri data pribadi, termasuk nomor identitas nasional.

"Dengan nomor identitas, kami bisa mengetahui apa saja. Saat saya sedang bertugas, seorang warga Singapura ditipu sebesar 67.000 dolar Singapura (hampir US$ 52.000)," jelasnya.

Peran Istri dan Media Sosial
Nasib baik masih berpihak pada Muhammad berkat kecurigaan sang istri, Jamilah Ahmad (42). Merasa ada yang janggal dari telepon suaminya, Jamilah menyadari percakapan mereka diawasi ketat.

Jamilah lantas mengunggah video tentang penderitaan suaminya dan nekat mengungkap identitas "teman" yang menjebak Muhammad di media sosial.

"Saya meneleponnya dan memintanya untuk mengantar suami saya pulang. Awalnya mereka minta 6.000 ringgit (sekitar US$ 1.500), tetapi saya tidak punya uang," kata Jamilah.

"Saya bilang ke dia kalau saya sudah lapor polisi untuk kedua kalinya, dengan menyebutkan namanya. Dua hari kemudian, mereka membebaskan suami saya," lanjutnya.

Merespons kasus ini, Presiden PPIM sekaligus aktivis, Nadzim Johan, mendesak pihak berwenang untuk segera menangkap calo perekrut dan menyelamatkan ratusan warga yang masih telantar.

"Mengingat semakin banyaknya penipuan, kita membutuhkan badan khusus untuk mengatasinya," tegas Nadzim.(*)

Halaman :

Terkini