Kenaikan Permukaan Laut Bisa Ubah Pola Cuaca Ekstrem Global

Sabtu, 04 Oktober 2025 | 22:49:12 WIB
Republika/Thoudy BadaiWarga beraktivitas di kawasan pesisir Muara Baru, Jakarta Utara, Jumat (3/1/2024). Wijaya (30) salah satu warga kampung Muara Baru menuturkan, pasalnya pada sekitar tahun 2002, kondisi pemukimannya berbada sekitar 35 meter dari bibir

Beijing,sorotkabar.com — Dampak kenaikan permukaan laut global (global mean sea level/GMSL) selama ini kerap diasosiasikan dengan banjir pesisir, erosi pantai, dan perpindahan penduduk di wilayah pesisir. 

Namun, dua studi terbaru dari tim peneliti Peking University mengungkap pengaruhnya jauh melampaui daerah pantai. Kenaikan permukaan laut ternyata juga dapat mengubah pola sirkulasi atmosfer dan laut yang memengaruhi iklim global.

Profesor Zhongshi Zhang dari Peking University menjelaskan, penelitian timnya pada 2023 menggunakan pendekatan pemodelan paleoiklim untuk menguji konsekuensi iklim dari kenaikan GMSL dengan menaikkan secara seragam tinggi permukaan laut di seluruh dunia. Pendekatan ini, meski bersifat idealisasi, berhasil mengurangi perbedaan antara hasil model dan data iklim masa lalu pada periode interglasial terakhir.

Hasil tersebut menegaskan bahwa perubahan permukaan laut merupakan faktor penting yang sebelumnya kurang diperhitungkan dalam pemodelan iklim global.

“Bahkan kenaikan permukaan laut yang relatif kecil — hanya beberapa puluh sentimeter — dapat mengubah sirkulasi atmosfer dan laut berskala besar,” kata Zhang dalam penjelasannya di forum komunitas peneliti jurnal Springer Nature, Jumat (4/10/2025).

Studi itu juga mengidentifikasi Laut Bering dan Samudra Selatan sebagai kawasan kunci untuk memantau dampak iklim akibat kenaikan GMSL di masa depan.

Penelitian lanjutan dilakukan oleh Caoyi Dong dan rekan-rekannya yang meneliti hubungan dinamis antara kenaikan permukaan laut dan kejadian cuaca ekstrem dingin di Asia Timur. Penelitian yang diterbitkan di jurnal Nature Communications pada 2025 itu menunjukkan bahwa permukaan laut yang lebih tinggi memperkuat intensitas dan frekuensi cuaca dingin ekstrem di kawasan tersebut.

Kenaikan permukaan laut memanaskan Samudra Pasifik Utara dan mengubah arah angin barat di lintang menengah, sehingga memperkuat pola blocking atmosfer. Perubahan ini memicu serbuan udara dingin yang lebih kuat ke Asia Timur.

“Meskipun secara umum kejadian ekstrem dingin diperkirakan menurun seiring pemanasan global, kenaikan permukaan laut justru menjadi mekanisme umpan balik yang dapat meningkatkan risiko cuaca dingin ekstrem,” tulis Dong.

Zhang menambahkan, proses yang menghubungkan kenaikan permukaan laut dengan sistem iklim global lebih kompleks daripada sekadar peningkatan GMSL. Fluktuasi pada tingkat permukaan laut relatif di berbagai wilayah juga diyakini berperan penting, namun masih belum banyak dipahami.

“Untuk menangkap efek ini, kita membutuhkan model iklim generasi berikutnya yang mampu merepresentasikan umpan balik permukaan laut secara dinamis dalam sistem Bumi yang saling terhubung,” ujarnya.

Penelitian tersebut memang masih terbatas pada pendekatan model ideal, namun hasilnya membuka pemahaman baru bahwa kenaikan permukaan laut dapat membawa dampak jauh hingga ke daratan dan lintang tinggi. Dengan permukaan laut global yang telah naik sekitar 20 sentimeter dalam satu abad terakhir dan diperkirakan akan meningkat lebih cepat di masa depan, para ilmuwan memperingatkan potensi munculnya fenomena ekstrem baru yang belum terprediksi.

“Temuan kami menegaskan perlunya meninjau ulang risiko bencana global akibat kenaikan permukaan laut dan mempersiapkan masa depan yang tidak hanya berfokus pada kawasan pesisir,” kata Zhang.(*)

Halaman :

Terkini