Greenpeace Desak Industri Rokok Bayar Biaya Pencemaran Lingkungan

Greenpeace Desak Industri Rokok Bayar Biaya Pencemaran Lingkungan
Pembiayaan pembersihan puntung rokok dibebankan pada publik dan pemerintah, sementara industri rokok memperoleh keuntungan dari penjualan produk yang menghasilkan limbah beracun.

Jakarta,sorotkabar.com - Brand Audit Lentera Anak di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) mencatat 18.062 sampah rokok yang sebagian besar berupa puntung, berasal dari enam produsen terbesar di Indonesia. Senior Regional Campaign Strategist Greenpeace Southeast Asia, Fajri Fadhillah, mengatakan terjadi ketidakadilan lingkungan terkait sampah rokok di Indonesia.

Pasalnya, pembiayaan pembersihan puntung rokok dibebankan pada publik dan pemerintah, sementara industri rokok memperoleh keuntungan dari penjualan produk yang menghasilkan limbah beracun. Setiap penanggung jawab yang usaha dan atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.

"Industri rokok telah menciptakan polusi, maka mereka harus membayar biaya penanganannya. Sehingga, seharusnya pemerintah menerapkan Polluter Pays Principle untuk memastikan industri rokok menanggung biaya pencemaran yang mereka ciptakan,” kata Fajri dalam diskusi daring “Jejak Sampah Rokok di Tiap Langkah: Menagih Akuntabilitas Industri”, Jumat (17/11/2025).

Menurut Fajri, skema Extended Producer Responsibility (EPR) tidak relevan untuk produk tembakau karena berisiko dimanfaatkan sebagai greenwashing. “Produk tembakau itu adiktif, beracun, dan tidak bermanfaat, sehingga pendekatan EPR justru berisiko menjadi greenwashing dan tidak menurunkan konsumsi,” kata Fajri.

Senior Policy Advisor SEATCA, Mary Assunta, mengatakan di sejumlah negara perusahaan rokok melakukan kegiatan corporate social responsibility (CSR) sebagai bentuk greenwashing. Misalnya, industri rokok memobilisasi anak muda untuk mengumpulkan sampah pada Hari Lingkungan Hidup.

“Mereka bangga melakukan hal itu seolah-olah telah berkontribusi positif kepada masyarakat, padahal sesungguhnya hanya menutupi dampak buruk dari rokok dan sampah puntung rokok,” kata Mary.

Ia menambahkan, rancangan produk rokok memberikan kesan palsu seolah-olah filter rokok aman, padahal risiko paru yang ditimbulkan lebih agresif. Rokok mengandung bahan beracun sehingga tidak bisa diterapkan daur ulang pada rokok.

Mary menegaskan industri tembakau tidak memiliki manfaat dari seluruh rangkaian ekosistemnya, dari hulu ke hilir, mulai dari perkebunan tembakau hingga perdagangan rokok, konsumsi, dan sampah puntung rokok. Karena itu penerapan Extended Producer Responsibility (EPR) tidak bisa diterapkan pada produk tembakau.

Ia menegaskan industri rokok harus membayar atas kerusakan lingkungan yang dihasilkan. Saat ini ada dua negara yang sejak Januari 2023 sudah menerapkan kewajiban pembayaran sampah lingkungan, yakni Irlandia dan Spanyol.(*)

Halaman

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index