Pekanbaru,sorotkabar.com - Empat terdakwa perkara dugaan korupsi proyek rehabilitasi gedung Politeknik Kelautan dan Perikanan (KP) Dumai menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Senin (28/7/2025).
Para terdakwa adalah Dwi Hertanto selaku Koordinator sekaligus Penanggung Jawab Kegiatan serta Ketua Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) proyek, Bambang Suprakto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Kemudian Direktur Utama PT Sahabat Karya Sejati (SKS) Syaifuddin selaku rekanan pelaksana proyek, dan Muhammadyah Djunaid merupakan pemilik modal.
Sidang mengagendakan pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Joko Prabowo di hadapan majelis hakim yang dipimpin Aziz Muslim.
JPU mendakwa keempat terdakwa melakukan korupsi proyek pembangunan Politeknik Kelautan dan Perikanan (KP) tahun anggaran 2017 yang dilaksanakan oleh Pusat Pendidikan Kelautan dan Perikanan, Badan Riset Sumber Daya Manusia (BRSDM), Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Terdakwa didakwa Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 dan Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Kerugian keuangan negara sebesar Rp6.080.234.275 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) Perwakilan BPKP Provinsi Riau," ujar Kepala Seksi Pidana Khusus, Frederic Daniel Tobing.
Atas dakwaan tersebut, dua terdakwa, yakni Dwi Hertanto dan Bambang Suprakto, menyatakan menolak dan akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) sedangkan dua terdakwa lainnya, Syaifuddin dan Muhammadyah Djunaid, menerima dakwaan dan menyetujui sidang dilanjutkan ke tahap pembuktian.
Informasi yang dihimpun, terdakwa Syaifuddin diduga telah mengalihkan seluruh pekerjaan konstruksi yang seharusnya dilaksanakan oleh PT Sahabat Karya Sejati kepada pihak lain tanpa melalui prosedur yang sah.
Selain itu, pekerjaan diserahkan sebelum selesai 100 persen dan dilakukan mark-up bobot pekerjaan pada setiap termin pembayaran. Hasil pelaksanaan proyek pun disebut tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak.(*)