Perpres EPR Disiapkan, Produsen Wajib Tanggung Jawab atas Sampah Kemasan

Rabu, 24 Desember 2025 | 22:19:05 WIB
Pekerja memilah kemasan plastik bekas yang akan dimasukkan ke mesin pengompres di tempat pengelolaan sampah reuse, reduce, recycle (TPS3R) Perdana Plastik di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (2/12/2023). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendo

Jakarta,sorotkabar.com — Pemerintah memperkuat kebijakan Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas atau Extended Producer Responsibility (EPR) melalui penyusunan peraturan presiden (Perpres). Regulasi ini ditargetkan rampung pada semester pertama 2026 untuk mempercepat pengurangan sampah dan memperjelas tanggung jawab produsen.

Direktur Pengurangan Sampah dan Pengembangan Ekonomi Sirkular Kementerian Lingkungan Hidup Agus Rusly mengatakan draf Perpres EPR saat ini telah berada di Sekretariat Negara untuk proses harmonisasi. Regulasi tersebut akan mengikat EPR secara lebih kuat dibanding ketentuan sebelumnya.

“EPR itu kita ikat lebih kuat di dalam rancangan Perpres yang sedang disusun. Sudah masuk Sesneg, tinggal menunggu izin ratas. Mudah-mudahan dalam waktu semester pertama 2026 bisa kita selesaikan,” ujar Agus di Jakarta dalam forum "Mendorong Ekonomi Sirkular  yang Inklusif dan Berkelanjutan melalui Tanggung Jawab Produsen yang Diperluas, di Jakarta, Selasa (23/12/2025).

Perpres ini akan mengintegrasikan aturan yang selama ini tersebar dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 75 Tahun 2019. Pemerintah akan mempertegas peran Packaging Recovery Organization (PRO) serta pembagian kewenangan antara pemerintah dan pelaku usaha dalam pengelolaan sampah kemasan.

Agus menjelaskan penyusunan regulasi dilakukan lintas kementerian, melibatkan Bappenas, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Dalam Negeri. Keterlibatan tersebut ditujukan agar implementasi EPR sejalan dengan kebijakan industri, fiskal, dan pemerintah daerah.

“Begitu diperundang-undangkan seharusnya sudah bisa langsung diterapkan,” katanya.

Dari sisi implementasi, Agus menyebut saat ini terdapat 26 perusahaan besar yang telah menyampaikan peta jalan EPR dan melaporkan kinerjanya setiap tiga bulan. Sejumlah perusahaan melaporkan penurunan penggunaan plastik murni dengan meningkatkan kandungan material daur ulang pada kemasan.

Bahkan, kata Agus, terdapat merek air minum dalam kemasan yang telah menggunakan 100 persen bahan daur ulang berbasis rPET. Namun pemerintah tetap menekankan pengawasan ketat terhadap standar keamanan pangan agar material daur ulang tetap memenuhi ketentuan food grade.

Pemerintah juga mulai memperluas penerapan EPR ke sektor di luar makanan dan minuman, termasuk industri elektronik. Fokus penguatan saat ini diarahkan pada perusahaan multinasional yang menguasai pangsa pasar besar di Indonesia.

KLH tengah melakukan pendekatan melalui berbagai kamar dagang internasional, termasuk Jepang, Inggris, dan Korea Selatan, untuk memastikan perusahaan asing mematuhi kewajiban EPR.

“Kami melakukan pembimbingan teknis kepada industri-industri besar yang menguasai sekitar 80 persen pasar di Indonesia, termasuk merek-merek populer seperti mie instan dan lainnya,” ujar Agus.(*)

Halaman :

Terkini