Laut Makin Asam, Ketahanan Pangan Terancam

Minggu, 12 Oktober 2025 | 21:48:32 WIB
ANTARA FOTO/Akbar TadoSejumlah warga berada di atas kapal nelayan berhias bendera berkeliling saat mengikuti pesta nelayan di kawasan Pantai Kasiwa, Mamuju, Sulawesi Barat, Ahad (5/10/2025/Republik).

Jakarta,sorotkabar.com — Keasaman laut global meningkat sekitar 30 hingga 40 persen sejak era pra-industri, menurut laporan Planetary Health Check 2025 yang dirilis The Planetary Boundaries Science (PBScience). 

Kenaikan ini mengurangi kemampuan laut menyerap karbon sekaligus mengancam ekosistem dan ketahanan pangan dunia.

PBScience menyebut peningkatan keasaman disebabkan pembakaran bahan bakar fosil, deforestasi, dan perubahan penggunaan lahan. Dampaknya bukan hanya menurunkan kapasitas laut sebagai penyeimbang Bumi, tetapi juga menggerus sumber pangan jutaan masyarakat pesisir.

“Lautan semakin asam, kadar oksigen menurun, dan gelombang panas laut meningkat. Tekanan ini semakin membebani sistem vital yang menjaga kestabilan planet Bumi. Dampaknya meluas dari perikanan pesisir hingga laut lepas, mengancam ketahanan pangan, stabilitas iklim global, dan kesejahteraan manusia,” ujar Co-lead Planetary Boundaries Science Lab, Levke Caesar, Jumat (10/10/2025).

Laporan PBScience mencatat, kejenuhan aragonit permukaan global—parameter penting bagi organisme pembentuk kalsium karbonat—telah turun ke angka 2,84 pada 2024, di bawah ambang batas aman 2,86. Kondisi ini menyulitkan organisme seperti karang dan kerang untuk membangun serta mempertahankan kerangkanya.

Selain itu, hilangnya oksigen laut yang sudah berkurang 1–3 persen sejak 1970 diperkirakan meningkat hingga empat kali lipat dalam beberapa abad mendatang, bahkan jika emisi gas rumah kaca dihentikan sekarang. Suhu laut yang lebih tinggi juga memperburuk situasi melalui gelombang panas laut yang semakin sering dan panjang.

Kondisi serupa terpantau di Indonesia. Peneliti Universitas Bangka Belitung menemukan penurunan pH laut di perairan Pulau Bangka dari rata-rata 8,1 menjadi 7,9 dalam beberapa dekade terakhir. Akibatnya, proses kalsifikasi karang keras melambat drastis, sementara karang lunak invasif seperti Sarcophyton tumbuh pesat.

Pergantian dominasi karang keras oleh karang lunak menimbulkan dampak ekologis serius. Karang lunak tidak membentuk kerangka kalsium karbonat yang kokoh, sehingga struktur tiga dimensi terumbu hilang, keanekaragaman hayati menurun, dan perlindungan alami terhadap abrasi pantai melemah.

Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan mengatakan peningkatan keasaman laut memengaruhi keseimbangan ekosistem laut dan menurunkan hasil tangkapan nelayan.

“Peningkatan kadar asam air laut memberikan pengaruh negatif terhadap berbagai sektor yang menggantungkan hidup pada sumber daya laut, terutama nelayan kecil. Nelayan kecil menjadi orang pertama yang merasakan dampak peningkatan kadar asam laut, karena jumlah ikan yang berkurang akan berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan nelayan semakin menurun,” kata Dani.

Ia menambahkan, kondisi ini juga berdampak pada pasokan ikan di pasar dan ketersediaan sumber protein masyarakat. Karena itu, ia mendesak pemerintah segera mengambil langkah nyata menahan laju peningkatan keasaman laut.

“Naiknya keasaman laut menjadi salah satu isu yang harus dicarikan solusinya oleh pemerintah, tidak hanya di lingkup Indonesia namun menjadi tugas bersama bagi seluruh negara yang memiliki wilayah laut. Pemerintah harus membuat kebijakan untuk mengatasi peningkatan keasaman air laut agar tidak berjalan dengan cepat, untuk melindungi ekosistem laut dan menjaga jumlah ikan, serta menjaga kehidupan nelayan dan orang-orang yang menggantungkan hidup pada laut,” ujarnya.(*)

Halaman :

Terkini