Transisi Energi Jadi Prioritas Prabowo, EBT Didorong Capai 69,5 GW

Minggu, 12 Oktober 2025 | 21:45:18 WIB
PLNPT PLN (Persero) melalui Sub Holding PLN Indonesia Power (PLN IP) resmi memulai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Saguling berkapasitas 92 megawatt peak (MWp/ Republik).

Jakarta,sorotkabar.com — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan tetap konsisten menjalankan agenda transisi energi nasional. 

Kebijakan itu menjadi bagian dari Astacita pemerintah dalam memperkuat kedaulatan energi sekaligus mempercepat pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT).

Bahlil menilai, di tengah ketidakpastian geopolitik dan ekonomi global, sejumlah negara mulai mengendurkan komitmennya terhadap Paris Agreement. Namun, Indonesia tetap berkomitmen untuk menurunkan emisi dan memperluas porsi energi bersih dalam bauran nasional.

“Presiden Prabowo akan konsisten melanjutkan transisi energi dan energi baru terbarukan. Kami diperintahkan untuk mengawal pelaksanaannya secara serius,” ujar Menteri ESDM di Jakarta, dikutip pada Ahad (12/10/2025).

Menurut Bahlil, arah kebijakan energi bersih bukan hanya memenuhi komitmen global, tetapi juga kebutuhan strategis untuk menjaga keberlanjutan ekonomi nasional.

Pemerintah terus mengoptimalkan potensi energi terbarukan dari panas bumi, tenaga surya, air, angin, hingga laut. Saat ini, porsi EBT telah mencapai sekitar 15 persen dari total kapasitas listrik nasional.

Melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, Kementerian ESDM menargetkan tambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan sebesar 69,5 gigawatt.

Selain itu, pembangunan jaringan transmisi sepanjang 47.758 kilometer sirkuit (kms) disiapkan agar listrik hijau dapat tersalurkan ke berbagai wilayah.

“Kita punya potensi besar, dari panas bumi hingga tenaga surya. Target kami pada 2027 bisa menghasilkan sekitar 500 megawatt dari panas bumi,” tutur Bahlil.

Ia menegaskan, transisi energi tidak berarti meniadakan batu bara sepenuhnya. Di tengah kebutuhan energi yang terus meningkat, batu bara masih akan menjadi bagian dari bauran energi nasional, namun dengan pendekatan teknologi rendah emisi.

“Saya tidak setuju kalau batu bara dianggap tidak bersih. Sekarang sudah ada teknologi carbon capture untuk menekan emisi CO2 agar listrik dari batu bara juga bisa tetap bersih,” kata Bahlil.

Kementerian ESDM kini mendorong penerapan teknologi penangkapan karbon di fasilitas minyak, gas, dan proyek kelistrikan. Langkah ini menjadi bagian dari strategi menuju target net zero emission pada 2060.

Bahlil juga menyoroti pentingnya percepatan investasi di sektor energi bersih melalui reformasi regulasi. Ia mencontohkan, proses perizinan proyek panas bumi kini dapat diselesaikan dalam tiga bulan, jauh lebih cepat dari sebelumnya yang bisa mencapai satu tahun.

Ia menekankan, penyederhanaan izin dan kemudahan investasi harus dibarengi kerja sama lintas sektor.

“Produk-produk yang dihasilkan dari sumber energi bersih kini memiliki nilai jual yang lebih tinggi di pasar internasional, seiring meningkatnya preferensi terhadap ekonomi hijau,” ujar Bahlil. (*) 

Terkini