Tiga Mediator Qatar Tewas Dalam Kecelakaan Mobil Jelang KTT Perdamaian Gaza di Mesir

Minggu, 12 Oktober 2025 | 18:59:02 WIB
Kecelakaan Mobil (ilustrasi/Republik)

Doha,sorotkabar.com — Tiga diplomat Qatari Amiri Diwan—badan pemerintahan tertinggi Qatar—tewas dalam kecelakaan mobil di dekat resor Laut Merah Sharm el-Sheikh, Mesir, pada Ahad (12/10/2025). Sementara itu, dua staf lainnya dilaporkan terluka.

Pihak Kedutaan Besar mengidentifikasi para korban sebagai Sheikh Saud bin Thamer Al Thani, Abdullah Ghanim Al-Khayareen, dan Hassan Jaber Al-Jaber. Dua orang lainnya terluka dalam kecelakaan tersebut, termasuk Abdullah Issa Al-Kuwari dan Mohammed Abdelaziz Al-Boainin, yang menerima perawatan medis di Rumah Sakit Internasional Sharm El-Sheikh, seperti dilansir dari Doha News.

Para pegawai senior itu dilaporkan merupakan bagian dari tim mediator Qatar dalam upaya mengamankan kesepakatan gencatan senjata antara kelompok perlawanan Palestina Hamas dengan penjajah Israel. 

Kedutaan menyampaikan duka cita yang mendalam atas kehilangan tersebut. Pihak Qatar mengonfirmasi bahwa korban luka dan jenazah korban akan dipulangkan ke Doha pada Ahad. Sumber keamanan mengatakan kepada Reuters bahwa mobil yang membawa diplomat Qatar terbalik di tikungan jalan sekitar 50 kilometer (31 mil) dari kota tersebut.

Insiden tragis ini terjadi hanya beberapa hari setelah delegasi Qatar, bersama dengan pejabat dari Mesir dan Turki, berpartisipasi dalam negosiasi tidak langsung yang intensif di Sharm el-Sheikh yang menghasilkan kesepakatan antara Israel dan Hamas mengenai fase pertama rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengakhiri perang di Gaza.

Sharm el Sheikh dijadwalkan menjadi tuan rumah KTT global pada Senin yang bertujuan untuk menyelesaikan kesepakatan dan mengamankan dukungan internasional. Kehadiran delegasi Qatar menggarisbawahi peran sentral mereka dalam proses mediasi yang sulit.

Qatar telah berperan sebagai mediator penting dalam perang dan genosida Israel di Gaza. Negeri teluk itu bahkan bertindak sebagai saluran utama komunikasi terkait pembebasan tawanan dan perundingan gencatan senjata. Peran diplomatik berisiko tinggi ini membutuhkan koordinasi yang erat dengan Amerika Serikat, Mesir, dan Turki, serta keterlibatan tidak langsung dengan pejabat Israel dan Hamas.

Kematian anggota Amiri Diwan, badan administratif dan kedaulatan resmi Qatar, di dekat KTT perdamaian tersebut, menimbulkan kekhawatiran yang signifikan, meskipun belum terkonfirmasi apa sebenarnya penyebab kematian tersebut.

Lokasi dan waktu tepat sebelum penandatanganan resmi menempatkan insiden tersebut dalam lingkungan diplomatik yang bertensi tinggi. Israel sebelumnya telah mengebom Qatar pada 9 September. Mereka menargetkan delegasi politik utama Hamas saat mempelajari proposal gencatan senjata yang diajukan oleh Amerika Serikat. Delegasi tersebut selamat, tetapi putra pemimpin Hamas, Khalil al-Hayya, syahid, bersama beberapa orang lainnya, termasuk personel keamanan Qatar.

Presiden Abdel Fattah al-Sisi, bersama Presiden AS Donald Trump akan memimpin bersama KTT perdamaian internasional di kota Sharm el-Sheikh, Laut Merah, Mesir pada Senin (13/10/2025).

Dalam pernyataan kepresidenan disebutkan bahwa KTT tersebut akan mempertemukan para pemimpin dari lebih dari 20 negara. KTT ini bertujuan untuk "mengakhiri perang di Jalur Gaza, meningkatkan upaya untuk membawa perdamaian dan stabilitas ke Timur Tengah, dan mengawali fase baru keamanan dan stabilitas regional," demikian pernyataan tersebut.

Menurut Sisi, KTT ini dilaksanakan sejalan dengan visi Presiden AS Trump untuk mencapai perdamaian di kawasan dan upayanya yang gigih untuk mengakhiri konflik di seluruh dunia.

Trump mengumumkan pada Rabu bahwa Israel dan Hamas telah menyetujui fase pertama dari rencana 20 poin yang ia susun pada 29 September untuk mencapai gencatan senjata di Gaza.

Tahap pertama mencakup pembebasan semua tawanan Israel yang ditahan di Gaza dengan imbalan sekitar 2.000 tahanan Palestina, dan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari seluruh Jalur Gaza yang mulai berlaku pada Jumat pukul 12.00 siang waktu setempat (09.00 GMT).

Sementara, tahap kedua dari rencana tersebut akan mengatur pembentukan mekanisme pemerintahan baru di Gaza tanpa partisipasi Hamas, pembentukan pasukan keamanan yang terdiri dari warga Palestina dan pasukan dari negara-negara Arab dan Islam, serta perlucutan senjata Hamas.

Sejak Oktober 2023, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 67.600 warga Palestina di wilayah kantong tersebut, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan membuatnya tidak layak huni.(*) 
 

Terkini