Jakarta,sorotkabar.com - Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan (EBT) PT PLN (Persero), Suroso Isnandar, mengungkapkan kesiapan perusahaan melelang ratusan proyek EBT sebagai bagian dari implementasi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hijau 2025–2034. Pada tahap pertama, PLN menyiapkan 278 proyek yang akan mulai dilelang pada Oktober hingga Desember 2025.
Suroso menyampaikan, keseluruhan dokumen lelang tahap pertama telah rampung disusun dan siap diluncurkan setelah mendapat persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “Sebanyak 300 dokumen lelang sudah siap. Dokumen ini kami siapkan penuh bersama tim internal dan dukungan dari Kementerian ESDM,” ujarnya dalam forum Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) di Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Etape kedua akan digelar pada 2026 dan mencakup 387 proyek tambahan. Secara keseluruhan, PLN menargetkan proses pelelangan mencapai lebih dari 1.000 proyek hingga pertengahan 2027. Suroso menegaskan, skala program tersebut akan menjadi momentum penting bagi industri ketenagalistrikan dan manufaktur nasional untuk kembali bekerja pada kapasitas penuh setelah sempat melambat beberapa tahun terakhir.
Menurut dia, pelaksanaan proyek-proyek tersebut akan mendorong geliat sektor industri pendukung seperti pabrik konduktor, menara transmisi, dan manufaktur mesin. PLN memperkirakan seluruh rantai pasok akan beroperasi dalam kapasitas maksimal seiring peningkatan kebutuhan infrastruktur kelistrikan.
Program lelang proyek EBT ini menjadi bagian dari implementasi RUPTL 2025–2034 yang disebut PLN sebagai RUPTL paling hijau sepanjang sejarah ketenagalistrikan nasional. Melalui peta jalan tersebut, perusahaan berkomitmen mempercepat transisi energi dengan mengedepankan prinsip energy security, affordability, dan environmental sustainability.
Suroso menjelaskan, dalam 10 tahun ke depan PLN akan menambah kapasitas pembangkit sebesar 69,5 gigawatt (GW), terdiri atas 42,1 GW energi terbarukan dan 28 GW non-EBT. Komposisi itu mencakup tenaga surya 17,1 GW, tenaga bayu 7,2 GW, hidro 11,7 GW, panas bumi 5,2 GW, dan bioenergi 0,9 GW. Di luar itu, PLN juga akan membangun pembangkit gas sebesar 10 GW dan PLTU mulut tambang 6,3 GW untuk menjaga keandalan sistem nasional.
Selain pembangkit, PLN juga menyiapkan pengembangan Green Enabling Supergrid, jaringan transmisi besar yang akan menghubungkan sumber EBT di Sumatra dan Kalimantan dengan pusat permintaan listrik di Jawa. Program ini mencakup pembangunan 48 ribu kilometer circuit transmisi dan 110 ribu MVA gardu induk yang menurut PLN akan menjadi tulang punggung sistem kelistrikan hijau nasional.
“Green Enabling Supergrid ini akan mengatasi mismatch antara lokasi sumber energi terbarukan dan pusat permintaan. Karena itu, pembangunan backbone dan fishbone transmisi sangat krusial untuk mendukung RUPTL hijau,” kata Suroso.
Dalam perhitungannya, total kebutuhan investasi untuk menjalankan RUPTL hijau mencapai 180 miliar dolar AS. Dari jumlah itu, PLN hanya mampu membiayai sekitar Rp550 triliun untuk 20 GW kapasitas pembangkit, sedangkan sisanya akan melibatkan sektor swasta.
PLN menilai kolaborasi dengan swasta dan investor asing menjadi kunci untuk merealisasikan program tersebut. Suroso menegaskan, investasi sebesar ini tidak mungkin ditanggung satu entitas atau bahkan ekonomi nasional tanpa dukungan regulasi yang mendorong masuknya investasi langsung luar negeri.
Di sisi lain, pengembangan teknologi baru juga menjadi fokus dalam mendukung keandalan sistem EBT. PLN berencana membangun battery energy storage system (BESS) sebesar 6 gigawatt setara 27 GWh serta PLTA pumped storage 4,3 GWh untuk menjaga kestabilan pasokan listrik.
Teknologi penyimpanan energi ini akan melengkapi kombinasi pembangkit EBT dan konvensional agar sistem tetap stabil ketika penetrasi energi terbarukan meningkat. PLN juga menyiapkan langkah jangka panjang untuk mengintegrasikan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) berkapasitas 500 megawatt pada 2034, yang dapat meningkat menjadi 7.000 megawatt pada 2040.
Dalam hitungan PLN, pelaksanaan penuh RUPTL hijau akan menyerap 1,7 juta tenaga kerja baru atau green jobs, sekaligus berkontribusi hampir satu persen terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Jika ditambah efek berganda ke industri lain, program ini diyakini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi hingga delapan persen di akhir periode RUPTL.
Suroso menegaskan, transisi energi adalah tantangan besar yang tidak bisa dijalankan secara sepihak. PLN memerlukan partisipasi aktif seluruh pemangku kepentingan ketenagalistrikan untuk mengubah peta energi nasional menjadi lebih bersih dan berkelanjutan.
Ia menambahkan, keberhasilan program ini bergantung pada kolaborasi dan semangat bersama membangun kemandirian energi.
PLN siap menjalankan mandat tersebut melalui langkah konkret dan sinergi luas dengan industri serta investor energi.(*)