66 SPPG di Sleman Belum Kantongi SLHS, Banyak yang Buka Dapur MBG tanpa Pemberitahuan ke Pemda

Selasa, 30 September 2025 | 21:11:47 WIB
RepublikaSebaran Dapur MBG

Sleman, sorotkabar.com - Puluhan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang merupakan dapur penyedia makanan bergizi gratis (MBG) di Kabupaten Sleman ternyata belum ada yang mengantongi Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS). 

Padahal, dapur-dapur tersebut sudah aktif menyajikan makanan bagi penerima manfaat program dari pemerintah pusat itu.

Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Sleman, Tunggul Birowo mengungkapkan, hingga saat ini sebanyak 66 SPPG telah terdata aktif beroperasi di wilayahnya. Namun, tak satu pun dari mereka yang telah memenuhi standar kelayakan sanitasi dan kebersihan.

"Kalau informasinya yang kami pegang sampai hari kemarin itu baru 66 SPPG yang sudah operasional di Sleman. Nah, dari sebanyak itu memang belum ada satu pun yang punya Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi atau SLHS," ujar Tunggul saat dihubungi wartawan, Senin (29/9/2025).

Meski begitu, Tunggul menyampaikan saat ini sejumlah pengelola SPPG mulai berinisiatif mengurus sertifikat tersebut. Pemicunya adalah kekhawatiran publik setelah mencuatnya beberapa kasus keracunan makanan di sejumlah daerah.

Ia menyayangkan kurangnya koordinasi para pengelola SPPG sejak awal. Banyak yang langsung membuka dapur tanpa pemberitahuan ke pemerintah daerah.

"Setelah merebak kasus keracunan di mana-mana itu kan memang akhirnya tergerak untuk mengurus itu," ucapnya.

"Awalnya mereka langsung pelayanan, jadi kita pun nggak ngerti tahu-tahu, kayak tumbuh jamur musim hujan itu tahu-tahu sudah banyak. Nah terus kan di mana-mana kasus keracunan makanan kan akhirnya mau nggak mau, ini bikin masyarakat cemas, takut kan SPPG tumbuh di mana-mana tapi kok kayak nggak dikontrol. Kok kayak nggak dibina," ungkapnya menambahkan.

Tahapan Mengantongi SLHS

Tunggul mengatakan ada beberapa tahapan penting yang harus dipenuhi SPPG untuk mendapatkan SLHS. Langkah pertama adalah memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui sistem Online Single Submission (OSS) dengan kode klasifikasi usaha (KBLI) yang sesuai. Kemudian, minimal 50 persen dari tenaga penjamah makanan di dapur tersebut harus mengikuti pelatihan hygiene sanitasi yang diselenggarakan oleh Dinkes.

Namun ia menegaskan bahwa sertifikat pelatihan hygiene sanitasi belum sama dengan SLHS. Sertifikat tersebut hanya salah satu syarat menuju SLHS.

"Jadi pelatihannya kan memang cuma dari pagi sampai sore, itu ada pre test, post test-nya, ya nanti kalau sudah mengerjakan post test dan nilainya sudah lulus, ya nanti kita keluarkan sertifikat untuk penjamah makanan. Beda dengan SLHS," katanya.

Sementara langkah selanjutnya adalah inspeksi dapur oleh tim dari Dinas Kesehatan. Mereka akan memeriksa kualitas air bersih, kebersihan alat, cara penyimpanan makanan, serta mengambil sampel makanan untuk diuji.

"Nggak mungkin kalau orangnya sudah dilatih kita tidak melihat dapurnya. Kita harus melihat dapurnya, kebersihannya seperti apa, ketersediaan air bersihnya seperti apa, cara nyimpan bahan makanannya seperti apa, itu kan harus ada kunjungan lapangan," ujar Tunggul.

Dinas Kesehatan Sleman mengimbau agar seluruh pengelola SPPG penyedia MBG dapat segera melengkapi persyaratan dan mengajukan SLHS demi menjamin keamanan pangan masyarakat. Langkah ini bisa menjadi filter awal untuk mencegah potensi keracunan makanan yang bisa mencoreng niat baik program MBG.

"Selama ini SPPG itu kan tidak berkontrak melalui kami tapi langsung ke BGN selaku pemilik anggaran yang punya program secara nasional," ujar Tunggul.

Sebelumnya, Pemerintah mewajibkan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memiliki Sertifikat Layak Higenis dan Sanitasi (SLHS). Aturan ini diketahui ditetapkan pascabanyak anak yang mengalami keracunan makanan massal setelah menyantap makan siang sekolah.

Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan mengatakan aturan ini menjadi langkah wajib untuk menjamin makanan yang disajikan kepada para penerima MBG dalam kondisi aman dan layak konsumsi. (*) 
 

Terkini