Mempertegas Rekognisi dan Afirmasi Pendidikan Khas Pesantren di Indonesia

Senin, 17 November 2025 | 20:48:58 WIB
Sejumlah santri berdoa saat mengikuti apel Hari Santri Nasional di Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri, Jawa Timur, Rabu (22/10/2025). Peringatan Hari Santri Nasional dengan tema Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia tersebut diikuti oleh ri

Jakarta,sorotkabar.com - Akan hadirnya Direktorat Jenderal (Ditjen) Pesantren di dalam struktural Kementrian Agama menjadi kabar gembira bagi dunia pesantren. Pesantren sebagai salah satu institusi Islam tertua di nusantara, telah sangat jelas peran dan fungsinya dalam sejarah bangsa Indonesia.

Bila merujuk pada Undang-Undang Pesantren, ada tiga fungsi yang menjadi ruang lingkup pesantren saat ini; pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Walau bila merujuk pada sejarah, fungsinya dapat melebihi dari tiga fungsi tersebut.

Keberadaan Ditjen Pesantren nantinya diharuskan mengakomodir tiga fungsi tersebut. Sebagai perwujudan dari amanat Undang-Undang Pesantren. Adanya Direktorat Pendidikan Pesantren, Direktorat Dakwah Pesantren, dan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat. Walau tidak menutup kemungkinan hadir Direktorat lainnya, sesuai dengan kepentingan pesantren. Dikarenakan Undang-Undang Pesantren terbit dalam rangka memberikan rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi berdasarkan tradisi dan kekhasannya. Maka bisa saja terkait fasilitasi ada tambahan Direktorat Sarana dan Prasarana Pesantren.

Namun yang sangat perlu dikawal adalah rekognisi, afirmasi, dan fasilitasi atas pendidikan pesantren. Karena inilah yang menjadi isu utama sejak bangsa ini merdeka. Setelah 74 tahun Indonesia merdeka, baru tahun 2019 pendidikan pesantren menjadi bagian dari pendidikan nasional, dan menjadi pendidikan formal. Sebuah ironi dalam dunia pendidikan di Indonesia, namun pesantren tetap kokoh tegak berdiri hingga saat ini, dan untuk di masa yang akan datang.

Pada poin penyelenggaraan pendidikan pesantren formal, perlu sangat diperhatikan bahwa terdapat tiga jenjang, baik itu pendidikan pesantren dasar, pendidikan pesantren menengah, dan pendidikan pesantren tinggi. Dalam lingkup pendidikan pesantren dasar dan menengah, diwujudkan dalam bentuk Satuan Pendidikan Muadalah (SPM), baik Salafiyah maupun Mu’allimin, dan dalam bentuk Pendidikan Diniyah Formal (PDF). Baik SPM maupun PDF, jenjang pendidikan dasar terdapat tingkat Ula yang setara dengan SD/MI. Lalu ada tingkat wustha setingkat SMP/MTS. Dan pada jenjang pendidikan menengah, terdapat tingkat Ulya yang setara dengan SMA/MA. Bahkan dalam SPM, terdapat kebijakan penggabungan jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu wustha dan ulya secara berkesinambungan, dengan rentang waktu 6 tahun.

Adapun untuk pendidikan pesantren tinggi terdapat Ma’had Aly. Program pendidikan ini dapat menyelenggarakan pendidikan akademik setingkat sarjana, magister, dan doktor. Sama halnya dengan perguruan tinggi pada umumnya, seperti universitas, dan lain-lain. Namun, ciri khas dari pendidikan Ma’had Aly adalah upaya mengembangkan rumpun ilmu agama Islam berbasis kitab kuning dengan pendalaman bidang ilmu keislaman tertentu, dengan tetap berdasarkan tradisi akademik pesantren. Bahkan, ijazah dan gelar akademik untuk pendidikan tinggi ini pun dapat diberikan pada lulusannya.

Namun demikian, pendidikan pesantren nonformal tetap diakomodir, seperti pengkajian kitab kuning, yang memang hal tersebut menjadi salah satu ciri khas dari pendidikan pesantren sejak dahulu, dan tetap terus dilestarikan.

Sejak hadirnya Undang-Undang Pesantren pada tahun 2019, telah terbit pula Peraturan Menteri Agama pada tahun 2020, nomor 30 tentang pendirian dan penyelenggaraan pesantren, nomor 31 tentang pendidikan pesantren, dan nomor 32 tentang Ma’had Aly, sebagai kebijakan turunan dari undang-undang. Aturan teknis ini mempertajam dan mempertebal eksistensi pesantren dalam fungsinya sebagai institusi pendidikan Islam di Indonesia.

Pesantren juga tergerak untuk terus menjamin dan meningkatkan mutunya. Mutu pendidikan, mutu kepengasuhan santri, mutu organisasi dan kepemimpinan, mutu sarana prasarana, mutu administrasi, mutu lulusan, dan sebagainya. Salah satu yang tersorot dalam Undang-Undang Pesantren adalah mutu pendidikan pesantren. Maka tersebutlah sistem penjaminan mutu pendidikan pesantren. Yang dalam fungsinya adalah upaya melindungi kemandirian dan kekhasan pendidikan pesantren, mewujudkan pendidikan yang bermutu, dan memajukan penyelenggaraan pendidikan pesantren.

Dalam hal penjaminan mutu pendidikan pesantren, terdapat peran utama Dewan Masyayikh dan Majelis Masyayikh yang tidak dapat dinafikkan. Dewan Masyayikh yang dipimpin oleh seorang kiai dalam pesantren sebagai penjamin mutu internal pesantren. Sedangkan Majelis Masyayikh yang merupakan perwakilan dari Dewan Masyayikh sebagai penjamin mutu eksternal. Dan berkenaan dengan standar mutu yang perlu dikawal adalah standar kurikulum, standar lembaga, standar pendidik dan tenaga kependidikan, serta standar lulusan.(*)

Halaman :

Terkini