Perang Tarif AS–China Makin Sengit, Ekonomi Global Terancam Melambat

Jumat, 17 Oktober 2025 | 20:09:52 WIB
Ilustrasi perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China (AP Photo/Andy Wong/beritasatu)

Washington,sorotkabar.com –  Perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas, menimbulkan ketidakpastian dan ancaman perlambatan bagi ekonomi global. 

Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa dampak kebijakan proteksionis kedua negara adidaya ini semakin nyata dan bisa mengguncang pertumbuhan dunia dalam beberapa tahun ke depan.

Dalam laporan Prospek Ekonomi Global yang dirilis pada 14 Oktober 2025, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan melambat menjadi 3,2% pada 2025, turun dari 3,3% tahun sebelumnya, dan terus melemah menjadi 3,1% pada 20

“Ada tanda-tanda kuat bahwa dampak negatif dari langkah proteksionis mulai terlihat. Risiko terhadap prospek pertumbuhan global meningkat,” tulis IMF.

Meski IMF menilai tarif impor AS sejauh ini berdampak terbatas, lembaga tersebut menegaskan masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa kebijakan tarif tidak akan menekan perekonomian global.

Ketegangan terbaru antara Washington dan Beijing meningkat setelah Presiden Donald Trump mengancam akan memberlakukan tarif 100% terhadap impor asal Tiongkok sebagai tanggapan atas kebijakan pembatasan ekspor tanah jarang yang diberlakukan Beijing. Material penting ini digunakan dalam produksi semikonduktor, ponsel, hingga baterai kendaraan listrik.

Langkah Tiongkok tersebut memicu kekhawatiran global karena dapat mengganggu rantai pasok industri teknologi. Penutupan sebagian pemerintahan federal AS juga menambah tekanan terhadap ekonomi terbesar dunia itu.

“Hubungan AS–China sangat fluktuatif. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi hari ini atau besok,” ujar Richard Portes, profesor ekonomi di London Business School.

Konflik dagang ini tidak hanya berdampak pada kedua negara, tetapi juga menyeret banyak negara lain ke dalam pusaran. Misalnya, pembatasan Tiongkok terhadap logam dan magnet berdampak pada produsen mobil Eropa, sementara tarif AS untuk kapal buatan Tiongkok juga berlaku bagi kapal milik perusahaan non-Tiongkok yang berlabuh di pelabuhan AS.

Sebagai balasan, Beijing menambahkan lima anak perusahaan AS milik perusahaan pelayaran Korea Selatan Hanwha ke dalam daftar sanksinya, menuduh perusahaan-perusahaan itu bersekongkol dengan Washington.

Sementara itu, negara lain ikut terseret ke dalam dinamika geopolitik ini. Meksiko, salah satu importir terbesar mobil Tiongkok, berencana mengenakan tarif 50% setelah tekanan dari pemerintahan Trump. Di sisi lain, India justru semakin mendekat ke Tiongkok setelah Washington menaikkan tarif atas barang-barangnya hingga 50%.

Dampak perang tarif juga terasa di Eropa. Setelah Uni Eropa (UE) menerapkan tarif 50% terhadap impor baja asal Tiongkok, industri baja Inggris terkena imbas meski kebijakan tersebut ditujukan untuk menekan Beijing dan memperkuat posisi negosiasi dengan Washington.

“UE siap bekerja sama dengan negara-negara sehaluan untuk melindungi perekonomian dari kelebihan kapasitas global,” kata Komisi Eropa (EC) dalam pernyataannya.

IMF memperingatkan bahwa gelombang kebijakan proteksionis ini berpotensi menekan pertumbuhan di AS, Tiongkok, dan Eropa, serta mengganggu stabilitas perdagangan dunia.

“Tiongkok memiliki kebijakan ekonomi yang konsisten, sedangkan pemerintahan Trump terus berubah-ubah dari hari ke hari. Ketidakpastian ini sangat besar dan pasti berimplikasi pada ekonomi global,” tambah Profesor Portes.(*) 
 

Terkini